by Ustadz Muhammad Arifin Ilham
Hari ini kita harus belajar banyak pada Uwais al-Qornie (w. 657 M). Belajar untuk tetap yakin bahwa Allah SWT pasti akan membalas sekecil apa pun kebaikan kita, meski sepi dari apresiasi manusia.
Sosok ini teramat agung di mata Allah dan Rasul-Nya. Buah keikhlasan & kesabarannya, Allah SWT mempersilakan sebelum dia masuk surga nanti utk memberi syafaat kepada dua kaumnya, & Nabi menyebutnya sbg orang yg sangat terkenal di Langit meski tidak dikenal di bumi.
Sosok tabi’in mulia ini sebenarnya hidup di masa Rasul SAW. Tp krn tdk berjumpa dg beliau, mk bukan berkategori shahabat.
Definisi shahabat dalam Ilmu Hadits adalah mereka yang hidup di masa Rasulullah SAW, beriman kepadanya dan pernah berjumpa atau melihat meski sekali wajah Rasulullah SAW.
Uwais, pemuda asal Qaran, Yaman, hari itu berpamitan kpd ibunya pergi ke pasar ternak. Ibunya sudah tua & lumpuh.
Di pasar, pemuda bersuku Muraad ini membeli lembu atau kerbau yang masih kecil. Setelah deal harga, lelaki berwajah belang karena penyakit sopak ini membawanya pulang dengan memanggulnya.
Hari-hari Uwais yang dikenal sebagai penggembala kambing itu, kini dilaluinya dg kebiasaan baru yg aneh.
Setiap pagi & sore, Uwais menggedong lembunya dari rumah menuju bukit yg ia buatkan kandang di atasnya.
Jelas saja, aktivitas aneh ini semakin mengundang cemoohan orang kpdnya, terutama sejak sepeninggal ayahnya, Amir ibn Juz ibn Muraad al-Qairani.
Rupanya ini jawabannya; ia membeli lembu kecil & memanggulnya setiap hari adalah dalam rangka melatih fisiknya supaya terbiasa dan kuat saat bulan haji nanti tiba.
Sejak ibunya yg buta dan lumpuh itu ingin berangkat haji, Uwais hanya bisa terpaku & merenung.
Dirinya bukan orang berada; hasil gembalaan kambing hanya cukup utk makan dia dan ibunya pd hari itu sj. Sementara dirinya teramat ingin membahagiakan sang ibu. Sehingga tercetuslah ide membeli lembu.
Kini bobot lembu sudah mencapai 100 kg, dan aktivitas anehnya kini disudahinya. Pagi itu Uwais mendekati sang bunda. “Ibu, mari kita berangkat haji” “Dengan apa, Nak! Mana ada bekal untuk ke sana.”
Sahut sang ibu dengan raut kaget.
”Mari, Bu. Aku gendong ibu. Perbekalan kita insya Allah cukup. Jatah makanku selama ini selalu aku tabung.
Sang ibu hanya bisa ber-urai air mata. Pagi itu Uwais sang anak shaleh menyaruk kakinya, melintasi sahara panas dg menggendong sang ibu tercinta.
Berminggu-minggu ia lewati perjalanan mission impossible sejauh 600 km ini dengan penuh ikhlas dan sabar.
Sampai akhirnya Ka’bah pun sudah berada persis di depan matanya. Mereka berdua pun akhirnya berhaji, menyempurnakan keislaman mereka.
Allahu Akbar. Perjuangan yang berbuah manis. Benarlah janji Allah, setiap kebaikan sekecil apapun pasti akan ada balasannya. Sungguh, setiap langkah Uwais telah menggetarkan langit.
Pantaslah para malaikat terkesima dan membalas tasbih tak henti. Bakti yang luar biasa dan amal kebaikan yang tak bertepi dari Uwais, mengangkat dirinya sebagai sosok yg sangat masyhur di seantero langit.
Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib pernah diminta Rasul SAW utk memintakan doa kepada Uwais al-Qornie. Karena tidak ada penghalang antara doanya dg Allah, dan pasti akan diijabah. Bagaimana dg kita?